“Hujan
Dibalik Pelangi”
(Written by : Cindy Vionita Boyoh)
“Miracle itu tidak
ada. Berharap akan suatu hal yang indah itu hanyalah sia-sia. Tidak ada yang
instant di dunia ini. Hidup itu kejam.. dan selalu buruk... bahkan, mimpi pun
tak ada gunanya”
Angin bertiup cukup kencang. Membuat gadis dengan kacamata minus plus bajunya yang
basah itu melipat tangannya didepan dada. Pikirannya menerawang. Baginya, sial
itu sudah merupakan sahabat akrab. Pemikirannya itu semakin diperkuat dengan
turunnya hujan hari ini. Hujan yang datang tiba-tiba lalu mengguyur tubuhnya
hingga membuatnya harus berteduh ditempat dimana ia berada saat ini. Dan ini
bukan untuk yang pertama kalinya, hujan merusak aktifitasnya. Entah kenapa,
setiap kejadian buruk selalu terjadi disaat hujan.
“Shit!” umpat gadis itu saat hawa dingin mulai
menusuk tulang-tulangnya.
Tiba-tiba ada pemuda yang juga ikut berteduh
dengannya. Tepatnya disebuah bangunan tua yang sepertinya sudah tidak
ditempati. Pemuda itu tersenyum.
“brrrr, dingin..” tawa kecil mengiringi ucapannya.
“brrrr, dingin..” tawa kecil mengiringi ucapannya.
Gadis itu pun hanya tersenyum canggung melihat
kedatangan pemuda ini.
“oh ya, kenalin.. nama ku Andy” pemuda itu
menyodorkan tangannya.
“kalau kamu ?” sambungnya lagi.
“kalau kamu ?” sambungnya lagi.
Gadis itu terdiam. Bahkan mungkin sedikit
terkejut. Wajahnya tampak aneh.
“ee.. aku..., Hujan..” jawab sang gadis sambil menjabat tangan pemuda tersebut.
“ee.. aku..., Hujan..” jawab sang gadis sambil menjabat tangan pemuda tersebut.
“Hujan ?” tanya Andy lagi.
Dengan wajah yang mulai bersemu merah, gadis
itu pun mengangguk.
Hujan Kamelia
Putri. Itulah nama gadis yang memiliki lesung pipit ini. Kegemarannya dalam hal
membaca, membuat gadis ini harus menggunakan kacamata demi kebaikan matanya.
Sifatnya yang cenderung pendiam, tertutup, dan penyendiri membuat gadis ini
susah untuk mendapatkan teman. Ditambah lagi dengan penampilannya yang bisa
dikatakan “cupu” membuat pemuda-pemuda disekolahnya sangat jarang mendekatinya.
Kecuali Andy. Andy datang dan memberi sedikit warna dalam hidupnya. Membuatnya
mempertimbangkan kembali, kalau sebenarnya mimpi itu bukanlah hal yang tak
berguna. Serta membuatnya sadar, tak selamanya hujan itu melambangkan sesuatu
yang buruk. Karena memang, gadis ini terlalu memikirkan nama yang diberikan
Ayahnya itu.
“Kenapa Hujan ? Kenapa bukan Pelangi ? Atau
Matahari ?”
Baginya, nama depan itu yang menyebabkan
banyak kesialan bahkan hal-hal buruk terjadi padanya. Bahkan gadis itu
berpikir, kecelakaan yang menimpa Sang Ayah pada hari kelahirannya yang
kebetulan sedang hujan itu juga merupakan kesialan yang disebabkan oleh
namanya. Sampai-sampai sang Ayah harus lumpuh dan tak bisa lagi memenuhi
kewajiban dan tanggung jawab sebagai kepala rumah tangga sejak saat itu.
“Hujan... Nama yang
aneh. Penampilannya juga aneh.” Andy teringat kejadian tadi sore.
Tapi entah kenapa, kejadian itu membuatnya
tersenyum bahkan tertawa kecil saat mengingat wajah gadis yang bernama Hujan
itu.
Disisi lain, Hujan pun memikirkan hal yang
sama. Sepertinya, gadis ini baru merasakan bagaimana rasanya saat menyukai
seseorang. Wajahnya mulai memerah dan ia pun senyum-senyum sendiri.
“Wah, anak Ayah kok senyum-senyum sendiri ?
Hayoo, lagi mikirin cowok ya ?” goda sang Ayah.
“Ah, Ayah.. Bisa aja..”
“Lah, terus mikirin apa dong ?”
“Hehe, gak mikirin apa-apa kok..” Hujan
tertawa kecil.
“Hmm, Ayah tahu, kamu memang sudah besar. Tapi
ingat, kamu harus tetap jaga diri baik-baik. Harus bisa memilih mana pria yang
baik, dan mana yang bukan.”
“Iya Ayah.. Tapi Hujan belum mikir buat kesitu
kok. Hujan ingin selesain sekolah dulu.”
“Baguslah kalau kamu punya pemikiran seperti
itu.”
Tiba-tiba, ada sesuatu yang muncul dipikiran
Hujan. Pertanyaan yang sangat ingin dia tanyakan pada Ayahnya dari dulu. Tapi
hanya kesampaian pada Ibunya.
“Yah..” panggilnya. Sang Ayah menoleh.
“Hujan mau nanya. Boleh ?” sambungnya lagi.
“Mau nanya apa ?”
“Hmm, kok Ayah namain aku Hujan sih, Yah ?
Kenapa gak Pelangi aja ? Atau Matahari mungkin ? Kan itu lebih bagus. Kalau
Hujan tuh kesannya kayak suram gimana gitu.”
Hujan cemberut. Sisi kekanak-kanakannya
keluar. Membuat Ayahnya tersenyum, bahkan tertawa kecil.
“Kamu tuh.. Kok ngomongnya kayak gitu sih..”
“Ya abis.. Hidup aku kayak sial mulu, diikutin
hujan terus kayaknya -_-“
Lagi-lagi sang Ayah menanggapinya dengan tawa.
“Hussh! Jangan ngomong begitu..”
“Ya terus kenapa dong ? Kenapa Hujan ?”
“Emang kalau disuruh milih, kamu maunya apa ?”
Ayah balik bertanya.
“Hmm, aku pilih Pelangi..” jawab Hujan
“Kenapa Pelangi ?”
“Hmm, soalnya Pelangi itu indah. Terus banyak
warna. Kesannya cerah gitu..” jawab Hujan dengan polosnya.
“Terus, Pelangi munculnya kapan ?”
“Hmm, sehabis hujan..”
“Jadi ?” sang Ayah tersenyum, lalu menggerakan
kursi rodanya, dan meninggalkan anak gadisnya yang tampak berpikir. Ia berharap
agar anaknya ini mengerti, kenapa nama itu diberikan padanya.
Beberapa
hari kemudian, gadis yang bernama Hujan ini kembali terjebak hujan setelah
pulang sekolah. Seragam putih abu-abunya mulai agak basah saat dia berlari
menuju halte bus. Rasanya seperti terjebak dalam namanya sendiri, “Hujan”.
“Kenapa coba harus hujan, hujan dan hujan ??
errrhh..” gerutu Hujan dalam hati.
Gadis itu membersihkan buku-buku yang ia
pegang, yang tadi sedikit terkena air hujan.
“Hey..”
Tiba-tiba ada yang menepuk pundaknya.
“Kamu ??”
“Wah, ketemu lagi..” pemuda itu tersenyum.
“Hmm, Andy kan ?”
“Yup! Dan kamu Hujan kan ?” Andy tertawa
kecil.
“hmm, iya..” Hujan mengangkat keningnya malas.
“Kayaknya aku tahu deh kenapa sekarang
hujan..”
“hm ?”
“Soalnya ada kamu.. Jadi hujan deh.. hehe,
peace”
“Yee, enak aja..”
Keduanya pun terlibat percakapan yang cukup
panjang. Bahkan mereka berdua menyempatkan diri untuk mampir ke sebuah cafe
hanya untuk sekedar menghangatkan diri dan berbincang-bincang.
“Jadi, kamu masih SMA ?” tanya Andy.
“Iya.. Kamu sendiri ?”
“hm ? Aku ? Eemm, aku.. Kuliah ! Iya, aku lagi
kuliah..”
“oh, kuliah.. Kakak dong ? hehe..” Hujan tertawa.
Membuat gigi putihnya yang berjajar rapi dapat
dilihat oleh Andy. Tak lupa juga lesung pipit yang menghiasi kedua pipinya.
Semuanya tampak indah dan pas diwajah gadis yang bernama Hujan ini.
Tanpa disadari, ternyata Andy sudah melongo
sendiri.
“Ndy ? Andy ??”
“Eh, iya ? maaf..”
“Kamu gak pa pa ?”
“Ee, iya.. hehe” Andy mulai salah tingkah. Dan
itu terlihat sangat jelas.
Hujan melihat jam tangannya. Jam sudah
menunjukan pukul 16:02.
“Hmm, kayaknya aku harus pulang sekarang
nih..” ucap Hujan.
“Sekarang ?” tanya Andy.
Tak tahu kenapa, pemuda itu merasakan sesuatu
yang aneh dihatinya. Tapi masih sulit untuk dimengerti.
Hujan mengangguk, mengiyakan pertanyaan Andy.
“Yaudah, aku antar.”
“Ha ? Antar ?” Hujan cukup terkejut.
“Iya.. Kenapa ?” Andy balik bertanya.
“Hmm, gak pa pa. Yaudah..”
Mereka berdua pun beranjak dari situ. Andy
mengantar Hujan pulang dengan sepeda motor miliknya.
Hari-hari
pun berlalu. Hubungan Andy dan Hujan kini semakin dekat. HujaN semakin
menyadari, sepertinya dia benar-benar menyukai Andy. _api sepertinya perasaan
ini harus disimpan dulu. Baginya, hubungan mereka saat ini juga sudah cukup.
Walau hanya sekedar teman, tapi itu sudah cukup membuat Hujan berbunga-bunga.
“Hujan.. Ada tamu nak..” Sang Ibu sedikit
berteriak dari ruang tamu.
Hujan baru bangun tidur saat itu. Gadis itu
benar-benar malas untuk beranjak dari kasurnya.
Memang ini sudah menjadi kebiasaanya dihari
minggu. Karena Hujan tak kunjung datang, Ibunda nya pun menghampirinya.
“Hujan.. Bangun nak. Ada tamu buat kamu..” Sang
Ibu mengetuk pintu kamar anak tunggalnya tersebut.
“Eeerrrrhhh..” Tapi anak gadisnya ini malah
menaikan selimutnya hingga ke kepala.
Saat Ibunya mencoba untuk membuka pintu,
ternyata pintu itu tak dikunci.
“Hujan.. Ayo bangun. Teman mu datang tuh..”
Hujan menurunkan selimutnya. Aneh rasanya saat
mendengar kalau ada temannya yang datang ke rumah. Apalagi pagi-pagi begini.
Karena selama ini, tidak ada teman yang datang ke rumahnya diwaktu seperti ini.
Kalau pun ada, itu hanya sebatas keperluan sekolah atau belajar mungkin.
“Teman ?” Hujan menatap Ibunya.
Wajah khas bangun tidur dan juga ekspresi
heran bercampur jadi satu diwajahnya.
“Iya, teman mu..” Jawab Ibundanya.
“Siapa ?” Hujan mengangkat tubuhnya untuk
bangun.
Rasa penasarannya begitu menggebu.
“Namanya Andy. Dia teman mu ?”
Seketika itu juga, wajah Hujan langsung
berseri. Senyum pun mengembang diwajahnya.
Gadis itu segera berlari ke kamar mandi
setelah sebelumnya dia mengangguk dengan
antusias pada Ibunya. Si Ibu pun cukup terkejut melihat tingkah laku anaknya
itu. Tapi kemudian wanita paruh baya itu tersenyum, dan berjalan keluar.
Kira-kira 20 menit kemudian, Hujan keluar
menemui Andy. Setelah itu keduanya berpamitan pada orang tua Hujan. Ternyata
Andy ingin mengajak Hujan ke suatu tempat. Tetapi pemuda itu masih
merahasiakannya tempat tujuan mereka.
Setelah
kurang lebih 30 menit berkendara, mereka pun tiba.
“Pantai ?” ucap Hujan saat mereka tiba.
“Yup! Why ?” Andy memasukan tangannya kesaku
celana.
“Hmm, nothing..”
Lalu mereka mencari tempat untuk berteduh.
Memang baru jam 10 pagi. Tapi panasnya sudah lumayan terik. Keduanya pun
berteduh dibawah sebuah pohon ketapang yang cukup besar.
Hening... Ya. Awalnya mereka berdua hanya
diam. Memandangi pemandangan pantai yang tersedia disana.
“Ndy..” Hujan memecah keheningan.
“Iya ?”
“Hmm, menurut mu, mana yang lebih baik ? Hujan
atau pelangi ?”
Andy cukup bingung saat mendengar pertanyaan
tersebut. Sebenarnya tanpa dipikirpun, sebagian besar orang yang ditanyai
pertanyaan seperti ini pasti akan menjawab Pelangi. Karena apa ? Karena jelas
saja, pelangi itu indah, cerah dan penuh warna. Sedangkan hujan ? Itu adalah
kejadian alam yang sudah biasa dan sering terjadi. Bahkan terkadang, hujan
dapat menyebabkan sebuah bencana juga. Tapi kemudian, Andy menatap Hujan. Jika
dia memilih pelangi, berarti hujan itu tidak lebih baik dari pelangi. Andy pun
berpikir, sepertinya gadis ini sedang bertanya tentang namanya. Andy terdiam
sejenak.
“Ndy ? Kok diem sih ?” tanya Hujan lagi.
“Ya lagian, kok nanyanya kayak gitu..”
“Ya kan nanya aja..” Hujan memanyunkan
bibirnya.
Hal itu membuat Andy tertawa dan mulai
mengacak-acak rambut gadis yang sedang duduk disebelahnya ini.
“Iiiihhh, apaan sih..” Hujan berusaha
menghindari tangan Andy.
“Hmm,, hujan atau pelangi ya ?” Andy tampak
berpikir.
Pemuda itu mengerutkan dahinya. Kini Hujan
begitu serius melihat kearah Andy.
“Aku pilih hujan !” jawab Andy tegas.
“Kenapa ?” Hujan terkejut.
“Ya karena tanpa hujan, takkan ada pelangi.
Jadi aku pilih hujan..”
Hujan terdiam. Memang benar sih apa kata Andy.
Tapi tetap saja, gadis itu tak bisa menghilangkan pandangan dan pemikiran
buruknya terhadap “Hujan” yang adalah namanya sendiri.
“Kadang... Aku berpikir kalau hidup ini sangat
berat. Bahkan buruk, dan selalu buruk buat ku” ucap Hujan.
Gadis itu mulai mengungkapkan semua hal yang
biasanya ia simpan sendiri.
“Sepertinya, kehadiran ku didunia ini hanyalah
membawa kesialan bagi orang-orang terdekatku. Bagi Ayah, Ibu.. Bahkan
sepertinya orang-orang pun enggan untuk mendekati ku. Mereka menganggap kalau
aku akan membawa hujan bahkan mungkin badai dalam kehidupan mereka. Hehe, lucu
ya..”
Gadis itu tertawa kecil. Namun air matanya
sudah menetes.
“Hey.. are you okay ?” tanya Andy.
“Sure. I’m okay. Always okay. Don’t worry ;)”
Hujan menghapus air matanya lalu tersenyum.
Gadis ini memang sudah belajar untuk tegar
dari dulu. “Bully” yang sering dia alami disekolah membuatnya harus tetap kuat
untuk melanjutkan hidup.
“Listen ! Sometimes, you need to figure out.
Everythings that have done in your life, it’s not because of you..” Andy
melempar pandangannya kearah laut.
“It’s destiny. It is God’s plan. Not because
of you..” sambung Andy lagi.
Kata-kata tersebut membuat Hujan tak bisa
melepas pandangannya dari sosok Andy yang sedang duduk disebelahnya ini.
“But...”
“Ssshhh! Stop blame yourself, ok!”
Baru saja Hujan mengeluarkan satu kata, pemuda
dengan mata cokelat ini sudah menyergahnya.
“Kamu harus tahu, kamu itu spesial. Jangan
hanya karena sebuah nama, ataupun peristiwa-peristiwa yang mungkin saja secara
kebetulan terjadi dihidupmu, membuat kamu mulai menyalahkan dirimu..”
Andy menatap Hujan. Membuat gadis itu sedikit
terkejut. Tapi dia tetap berusaha terlihat biasa saja.
“Apa yang spesial dariku ?” tanya Hujan.
Andy menatap sepasang bola mata hitam itu
lekat-lekat.
“Everything. Everything about you is
special..”
Jujur saja, Hujan langsung “blushing” saat
kata-kata itu meluncur dengan mulusnya dari mulut Andy. Membuatnya lagi-lagi
merasakan hal yang aneh. Pipinya terasa panas, perutnya geli, dan jantungnya
itu loh.. Rasanya seperti ingin lepas saja.
“Kok bisa ?” dengan polosnya Hujan bertanya
lagi.
Rona merah yang disebabkan oleh rasa malu dan
rasa lainnya sudah terlihat jelas dipipi Hujan. Andy pun melihat itu. Sehingga
pemuda yang memiliki wajah “Indo” ini tertawa.
“Loh, kok ketawa sih ?” Hujan semakin bingung.
“Hehe, abis kamu lucu..”
“Lucu ? Lucu apanya.. Ada-ada aja -_-“
“Hehe.. Hm, kamu mau tahu, kenapa kamu itu
spesial ?” ucap Andy.
Hujan pun mengangguk antusias. Dengan senyum
yang masih mekar diwajahnya, Andy pun menjawab...
“Karena kamu, ya kamu.. Dan sejak kenal kamu,
aku jadi punya harapan lagi. Aku bisa bermimpi lagi..”
Hujan tercengang. Pertanyaan “Kok bisa ?”
kembali muncul dikepalanya. Namun ada pertanyaan lain yang lebih ingin dia
tanyakan.
“Harapan ? Bermimpi ? Buat apa ?” tanya Hujan.
“Ya buat keajaiban lah pastinya J” jawab Andy santai.
Karena baginya, memang untuk itu dia bermimpi
dan berharap.
“Keajaiban ? Hari gini ? haha, helloooo ?
haha..”
Hujan tertawa renyah. Hal itu cukup membuat
Andy menatap heran kearahnya.
“Jadi, kamu gak percaya gitu sama keajaiban ?”
tanya Andy.
“Ya iya lah.. Orang keajaiban itu gak ada
juga..” jawab Hujan enteng.
Entah kenapa jawaban itu membuat Andy sedikit
kesal dan tak percaya. Padahal, gadis yang baru saja menyebutkan semua itu
adalah gadis yang pada awalnya terlihat sangat ceria dan spesial. Sehingga hal
itu membuat Andy yang dulunya sempat “hopeless”, kini bangkit lagi. Pemuda itu
kembali percaya kalau keajaiban itu ada. Bahkan harus ada ! Karena itulah
harapan dan mimpi Andy.
Tapi, setelah mendengar perkataan Hujan,
pemuda ini seakan terpukul. Perkataan itu seolah meruntuhkan semua mimpi dan
harapan yang baru saja ia bangun kembali karena gadis ini. Tapi malah perkataan
gadis ini pula yang meruntuhkannya.
“Gak ada ? Kamu bilang keajaiban itu gak ada
?” ucap Andy.
“Iya. Karena memang miracle itu gak ada. Yang
kayak begituan tuh cuma ada di negeri dongeng.. Gak nyata..” jawab Hujan.
“Kok kamu bisa mikir gitu sih ? Kamu tau ?
Kita masih bisa ada sampai hari ini tuh karena keajaiban. Kita bisa ketemu dan
jadi teman itu juga keajaiban !”
Nada bicara Andy mulai tinggi. Sepertinya
perkataan Hujan sudah sedikit menyinggung perasaannya.
Tapi sebenarnya, Hujan mengatakan hal tersebut
karena semua yang dialaminya selama ini. Karena semua hal buruk pernah
menimpanya. Hujan seperti terlalu sibuk dengan semua masalah dan hal-hal buruk
yang terjadi padanya. Sampai akhirnya, gadis ini sudah tidak punya waktu untuk
memikirkan “keajaiban”.
“Hey.. Calm down.. Kan itu menurut aku. Kalau
menurut kamu keajaiban itu ada, yaudah sih..”
Ucap Hujan sambil menatap Andy dengan cukup
heran.
Tanpa ia sadari, hal itu malah semakin membuat
Andy kesal.
“Jadi, kamu tetap berpikir kalau keajaiban itu
gak ada ?” Andy mengunci tatapan Hujan dalam bola matanya.
Hujan pun mengangguk. Andy menarik nafas cukup
panjang, lalu menghembuskannya.
“Miracle itu ada, Jan.. Bahkan terkadang
keajaiban itu terjadi tanpa kita sadari.” Ujar pemuda yang nampaknya kesal ini.
“Tapi aku kok gak pernah ngalamin ?” tanya
Hujan dengan lugunya.
“Kamu tahu, kita bisa ada disini sekarang tuh
juga udah keajaiban.”
“Keajaiban ? hehe, kamu tuh.. Kita bisa ada
disini ya karena kamu jemput aku dirumah terus bawa aku kemari. Bukan karena
keajaiban kali.”
Hujan berucap sambil terkekeh.
“Tapi tanpa keajaiban, kita pasti gak akan
sampai disini dengan selamat !” Andy tetap bersikeras dengan pendapatnya.
Hujan menatap pemuda yang duduk disebelahnya
ini. Gadis ini lalu tersenyum
“Oke deh.. Aku nyerah. Iya deh iya, keajaiban
itu ada.” Hujan mengalah.
Jarang sekali. Ya ! seumur-umur, gadis ini
tidak pernah mengalah dengan prinsip ataupun pernyataannya. Tapi kali ini,
gadis tersebut lebih memilih untuk mengalah. Walaupun pemikirannya tetap saja
seperti semula.
Empat
bulan berlalu. Hubungan Hujan dan Andy kian dekat. Walaupun status keduanya
tetap saja sama, “Sahabat”. Tapi, suatu ketika...
“Apa memang kita cuma bisa seperti ini aja ?”
“Salah gak sih kalau aku ingin lebih ?”
“Apa aku saja yang menyatakan lebih dulu ?”
Pertanyaan-pertanyaan itu mulai muncul
dikepala Hujan. Membuat gadis ini benar-benar bingung harus bagaimana. Disisi
lain, dia sudah tidak bisa lagi menyimpan semua perasaan yang ia rasakan pada
pemuda keturunan Belanda-Indonesia itu, alias Andy. Tapi disisi lain, Hujan
takut kalau ternyata Andy tidak punya perasaan yang sama dengannya. Apalagi
selama ini Andy tidak “menembak” Hujan. Bahkan Andy sangat jarang membahas
ataupun menanggapi pembicaraan yang sudah mulai mengarah pada hal-hal yang
berbau “relationship”.
Hujan meraih handphonenya. Gadis itu mulai
memainkan jemarinya diatas keypad. Saat sudah hampir 5 kata yang ia ketikkan,
gadis itu menghapus semuanya. Lalu dia mulai lagi dari awal. Namun sama halnya
dengan yang pertama, ia menghapusnya lagi.
“Bodoh bodoh bodoh !”
Hujan memukul kepalanya sendiri dengan
handphone yang digenggamnya.
“Oke.. Calm down... This is just a message..”
Gadis ini seakan-akan menenangkan dirinya
sendiri. Ia kembali melihat layar handphonenya, dan mulai mengetik kembali
pesan singkat yang ditujukan untuk Andy. Setelah menarik nafas tentunya.
“Sent !” Gadis itu bergumam.
Jantung Hujan kini berdetak tak karuan.
Pikiran gadis itu mulai dipenuhi dengan kemungkinan-kemungkinan buruk yang akan
terjadi nanti. Hujan menarik nafasnya lagi.
“Please, be my day..” Hujan menutup matanya.
Banyak hal yang sudah dialami Hujan dan Andy
dalam 4 bulan terakhir ini. Apalagi Andy sangat sering mengajak Hujan ke
tempat-tempat yang belum pernah Hujan datangi sebelumnya. Membuat gadis itu
semakin memperbanyak kesan dan perasaanya pada pemuda ini. Banyak hal yang
berubah saat Andy datang. Bahkan Hujan mulai mempercayai kalau keajaiban itu
ada. Baginya, Andy adalah keajaiban yang datang dalam hidupnya. Begitu juga
dengan Andy. Kalau Hujan menganggap dirinya sebagai keajaiban, pemuda ini malah
menganggap Hujan adalah Pelangi. Pelangi yang memberikan warna pada hidupnya.
Jam
tangan Hujan sudah menunjukkan pukul 18:38. Gadis itu sudah menunggu di cafe
langganannya dengan Andy. Semuanya sudah diatur. Malam ini, Hujan akan
menyatakan cintanya pada Andy. Gadis ini sudah menyiapkan semuanya. Dinner
romantis ditaman samping cafe, lilin-lilin kecil yang ditata sehingga membentuk
kata “I Love You”, sampai dengan mentalnya pun sudah ia siapkan. Hujan hanya
bisa berharap, kalau Andy akan datang dan memberikan jawaban yang terbaik.
Tadi sore Andy membalas pesan Hujan yang
berisi bahwa pemuda itu akan datang di cafe jam 7 malam. Hujan sudah meminta
bantuan pelayan disana untuk membantu rencananya agar semuanya dapat berjalan
dengan baik. Tapi, saat waktu sudah menunjukan pukul 18:49, hujan turun.
“Oh, please.. Jangan sekarang...” ujar Hujan
dalam hati.
Awalnya memang hanya gerimis. Tapi
lama-kelamaan, hujan pun turun semakin deras.
“Aaarrgghhh! Kenapa sekarang sih ????” Hujan
masuk kedalam cafe.
Tempat yang sudah disediakan untuk moment
besar nya nanti, kini mulai basah. Lilin-lilin kecil bertuliskan “I Love You”
yang tadinya menyala dengan indah, kini padam satu persatu.
Gadis ini mulai menyalahkan namanya lagi. Tapi
ia berusaha untuk tetap tenang. Rencana harus tetap berjalan. Pikirnya, tanpa
lilin-lilin itu pun dia masih bisa mengungkapkan semuanya. Hujan memesan meja
lain didalam cafe dan mulai menunggu.
15 menit berlalu...
30 menit berlalu...
Hingga 1 jam pun berlalu...
Hujan semakin gelisah. Rasa gugup juga mulai
menerornya. Gadis ini berusaha untuk menghubungi Andy. Tapi tidak ada jawaban.
“Aduh, Andy kok belum datang juga sih ?” kata
Hujan dalam hati.
Hujan tetap bersikeras untuk menunggu.
Walaupun sang Ayah sudah memperingatkan, kalau dia sudah harus berada dirumah
sebelum jam 9 malam.
Hujan semakin deras. Suasana menjadi begitu
dingin dan sendu. Gadis ini melihat jam tangannya, lagi ! Entah ini sudah yang
keberapa kalinya ia melihat jam tangannya itu. Lagu “Kecewa” dari BCL seakan
terngiang-ngiang dalam benaknya. Apalagi sekarang sudah jam 9 malam.
Tiba-tiba, handphonenya berbunyi. Hujan benar-benar
berharap kalau itu telepon dari Andy. Tapi ternyata, itu adalah nomor rumahnya.
“Halo..”
“Hujan, ini sudah jam berapa ? Kamu sudah
janji kan sama Ayah.” Sang Ayah langsung “nyerocos” saja.
“Iya Yah.. Hujan pulang sekarang..”
Hujan menutup teleponnya. Terpaksa, dia harus
pulang sekarang. Namun, saat gadis itu baru berdiri dari tempat duduknya, ia
melihat sosok yang dinantikannya dari tadi. Andy Wijaya, pemuda yang Hujan
sukai ini berjalan kearahnya dari pintu masuk.
“Jan, sorry...” dengan jaket yang sudah cukup
basah, Andy mendatangi Hujan.
“Dari tadi tuh hujan gak berhenti-berhenti.
Jalanan juga macet. Maaf ya..” tambahnya lagi.
Rasa gugup Hujan memuncak saat Andy berada
didekatnya. Gadis itu membatu. Tapi hatinya seakan-akan ingin meneriakkan semuanya
saat itu juga.
“Hujan, maafin aku ya.. Kamu pasti udah nunggu
lama..” ucap Andy lagi.
Hujan mengumpulkan semua keberaniannya. Lalu..
“Ndy..”
“Iya ?”
“Aku mau ngomong sesuatu..”
“Mau ngomong apa ?”
Saat Andy menanyakan hal itu sambil menatap
mata Hujan, gadis itu menjadi lemas. Entah kenapa Hujan merasa tak mampu lagi
untuk melanjutkan ucapannya.
“Jan ? Mau ngomong apa ?”
“Eee, aku... Aku......”
Tiba-tiba handphone Hujan kembali berbunyi.
Nomor rumahnya memanggil. Itu berarti Ayah dan Ibunya sudah sangat khawatir.
Hujan melihat handphone yang ia letakkan diatas meja itu. Diwaktu yang
bersamaan, Andy juga melihat handphone Hujan yang berbunyi itu.
“Jan.. Kamu udah dicariin ya ? Yaudah, kalau
gitu aku antar pulang aja sekarang. Ok ? Ayo..”
Andy sudah menari tangan Hujan.
“Gak pa pa ! Aku mau ngomong..” Hujan melepas
tangan Andy.
“Kan masih bisa nanti. Nanti kita omongin
dijalan deh..” ucap Andy.
“Gak !” Hujan mengatur nafasnya senormal
mungkin.
“Emang kamu...” baru saja Andy berkata-kata,
“Aku suka sama kamu !” Hujan langsung memotong
perkataan Andy.
Gadis itu menundukkan kepalanya sambil menutup
mata. Memang, ia merasa lega saat mengatakan itu. Tapi disisi lain, gadis itu
malu. Bahkan sangat malu. Sesaat sesudah ia mengucapkan kata-kata itu pun, ia
sempat berkata “Bodoh !” dalam hatinya.
Andy terdiam. Pemuda itu masih belum
menanggapi pernyataan Hujan yang baru saja ia dengar.
“Aku.., sayang sama kamu Ndy. Aku... Aku mau
kita sama-sama terus..”
Hujan mengangkat kepalanya perlahan, dan
memberanikan diri untuk memandang Andy.
“Kamu mau gak pacaran sama aku ?”
6 kata itu keluar dengan lancarnya dari mulut
Hujan. Membuat Andy semakin bingung dan tak tahu harus menjawab apa.
Kaget ? Tentu saja ! Andy sangat terkejut
dengan pernyataan sekaligus pertanyaan yang Hujan lontarkan saat ini.
Keheningan meliputi keduanya. Rasa canggung
pun mulai hinggap pada perasaan mereka berdua.
“Waw..” Andy speechless.
Kemudian dia tertawa kecil untuk menutupi
kegugupannya.
“Kenapa ?” tanya Hujan dengan tampang
polosnya.
“Hmm, kamu yakin dengan apa yang baru kamu
bilang ?”
Hujan mengangguk antusias.
“Hmm, gini... Kayaknya........”
Andy kembali diam. Dia tak tahu harus
bagaimana menjawab pertanyaan Hujan.
“Jan, kayaknya kita lebih baik kayak sekarang
aja. Kita..., temenan aja ya ?”
***
Dua hari kemudian..
“Hujan.., buka pintunya nak. Ada Andy tuh..”
suara sang Ibu dibalik pintu.
Hujan benci mendengar nama yang baru saja
disebutkan Ibunya itu. Entah kenapa, setelah mengalami “direct rejection” 2
hari lalu, Hujan merasa malu bahkan tak ingin untuk bertemu Andy lagi. Walaupun
Andy terus saja mencarinya dan mendatangi rumahnya, tapi tetap saja gadis itu
tak mau menemuinya.
“Hujan..” lagi-lagi suara Ibunya terdengar.
Tapi gadis itu masih saja diam. Hujan masih
menutup telinganya dengan bantal. Dia belum mau atau mungkin tidak akan mau
lagi untuk menemui Andy.
“Tante...” Tiba-tiba Andy mendekati Ibunya
Hujan.
Wanita paruh baya itu melihat Andy.
“Biar saya aja tante.. Bisa gak ?” ucap Andy.
“Oh.. ya sudah. Tante tinggal dulu..”
Ibu Hujan berjalan meninggalkan Andy. Pemuda
itu menarik nafas panjang. Rasa bersalah tak henti-henti mengintimidasinya. Dia
tahu benar, Hujan pasti sangat tersakiti malam itu. Apalagi Hujan langsung
berlari keluar dan memutuskan untuk pulang seorang diri kala itu.
Andy mengarahkan tangannya dan bersiap-siap
untuk mengetuk pintu. Tapi, disaat dia akan mengetuk pintu tersebut, nyalinya
mulai ciut. Sehingga ia menarik tangannya kembali. Andy menggigit bibir
bawahnya. Lagi-lagi rasa bersalah menudingnya. Tapi Andy tahu, dia harus
membereskan semua masalah ini.
“Jan...” Andy buka suara.
“Aku tahu, aku salah. Aku juga tahu, kamu
mungkin gak mau ketemu aku lagi..”
Andy menarik nafasnya lagi. Perasaannya
semakin tidak enak.
“Maaf buat semuanya. Aku harap sih kamu mau
maafin aku dan jadi teman aku lagi.”
Hujan mendengar semua yang baru saja Andy
katakan. Tapi gadis itu masih enggan untuk bersuara. Air mata mengalir, hatinya
sakit, tapi disisi lain, Hujan sangat ingin bertemu Andy. Dia ingin menatap
kembali mata pemuda itu. Dia ingin bercanda lagi dengan Andy, melihat senyum
dan tawa Andy, dan melakukan semua hal menyenangkan dengan pemuda tersebut.
Berinteraksi dengan Andy seakan memberi semangat hidup untuknya. Tapi gadis ini
sudah terlanjur sakit hati. Ditolak secara langsung pada malam itu membuatnya
tak mau lagi untuk bertemu Andy.
“Jan...” Andy mengetuk pintu.
“Aku tahu kamu pasti lagi dengerin aku. Ayo
lah... Tolong buka pintunya.”
Andy terus mengetuk pintu. Hujan pun mendengar
setiap kata yang Andy katakan. Tapi hatinya tak tergerak untuk bangun dan
membukakan pintu. Andy diam. Dia menunggu respon dari gadis yang ia tolak 2
malam lalu. Waktu terasa begitu lama. Tapi Hujan tetap saja diam dan hanya bisa
menangis dibawah bantal yang menutupi wajahnya.
“Oke deh. Kayaknya kamu memang udah gak bisa
maafin aku ya ?” Andy mulai patah semangat.
Guilty merajalela dipikirannya.
“Aku sebenarnya datang buat pamit, Jan. Lusa
aku akan berangkat ke Singapur. Kalau kamu ada waktu dan masih mau ketemu aku,
besok aku tunggu kamu dipantai. Aku bakalan tunggu sampai kamu datang..”
Andy masih menunggu didepan pintu kamar Hujan.
Ia masih berharap agar Hujan mau menemuinya.
“Jan...” Andy masih berusaha.
Membuat Hujan semakin berlinang air mata.
“Yaudah deh. Aku pulang sekarang ya Jan..”
“Tapi sebelum itu, aku mau kamu tahu satu hal.
Aku juga sayang kok sama kamu. Kamu harus tahu itu.”
Sesudah itu, Andy pun pergi dan pamit pulang
pada orang tua Hujan.
Ayah dan Ibunda Hujan sangat bingung dengan
apa yang terjadi diantara Hujan dan pemuda yang bernama Andy itu. Apalagi ini
baru pertama kali terjadi pada Hujan, putri tunggal mereka.
Besoknya,
Hujan sangat gelisah saat berada disekolah. Pikirannya benar-benar tak fokus 3
hari belakangan ini. Semenjak pernyataan cintanya ditolak oleh Andy, gadis ini
seperti kehilangan semangat hidup. Tapi Hujan tahu, kalau semua yang ia lakukan
ini tidak baik.
Hujan melihat jam tangannya beberapa kali.
Hari ini ia mengikuti kelas tambahan. Jadi gadis ini akan pulang lumayan sore.
Pikirannya tak menentu. Penyebab utamanya adalah pemuda yang sudah 4 bulan ini
mengisi hari-harinya. Pemuda yang membuatnya sadar kalau sebenarnya hidup itu tidak
terlalu buruk ataupun kejam. Pemuda yang selau bisa membuatnya tertawa. Tetapi
pemuda tersebut juga bisa membuatnya menangis 2 hari berturut-turut. Andy !
Dialah alasan kenapa Hujan tak bisa fokus pada pelajarannya hari ini.
Saat jam menunjukkan pukul 16:30, kelasnya pun
usai. Gadis itu termenung sejenak. Ia teringat akan ajakan Andy kemarin. Bahkan
kata-kata yang membuatnya tak bisa tidur tadi malam juga ikut terlintas
dibenaknya. Ia pun mengambil keputusan.
---
“Hey..” sapa Andy saat ia melihat Hujan.
Hujan hanya memasang senyum kecut. Tapi Andy
tak kehabisan akal.
“Oh ya, aku punya sesuatu buat kamu. Nih..”
Andy menyodorkan sebuah buku. Buku yang agak
tebal. Tapi sepertinya itu bukan buku biasa.
Mulanya, Hujan hanya memperhatikan sekilas.
Namun, ketika melihat tulisan yang tertera di cover buku tersebut, Hujan
terbelalak.
“Aku tahu, kamu lagi nyari-nyari novel ini kan
?” Andy tersenyum.
Senyum itu langsung membuat gadis polos dan
lugu seperti Hujan luluh. Hujan pun tersenyum dan langsung mengambil novel
tersebut.
Kecintaannya pada novel dan kepolosannya,
membuat ia lupa dengan sakit hati yang menguasainya selama 3 hari terakhir.
“Thank you J” ucap Hujan dengan senyum khasnya.
Andy pun tertawa kecil.
“I miss that smile..” ujarnya.
Membuat Hujan lagi-lagi “blushing” lalu ikut
tertawa. Kemudian, tanpa disadari Andy langsung membawa Hujan dalam pelukannya.
Andy mendekap hangat tubuh mungil Hujan.
Hal itu sungguh diluar dugaan. Hujan
benar-benar kaget, bahkan shock. Tapi Andy tetap saja memeluk gadis itu.
Mencoba untuk membuat Hujan merasa nyaman, atau mungkin tenang.
“Makasih ya..” Andy mengelus rambut Hujan.
“Makasih udah mau datang..” tambahnya lagi.
Setelah itu, keduanya kembali seperti biasa.
Tertawa bersama, bercanda, dan melakukan hal-hal menarik lainnya. Mereka berdua
juga sempat kejar-kejaran di tepi pantai. Bahkan sampai saling mencipratkan air
satu sama lainnya. Alhasil, pakaian seragam Hujan pun basah. Begitu pula dengan
pakaian Andy. Tapi mereka berdua sangat gembira. Apalagi saat matahari
tenggelam. Pemandangan romantis itu disaksikan keduanya sambil bergandengan
tangan. Itu merupakan moment terindah yang pernah terjadi sejauh ini dalam
hidup Hujan.
Gadis ini benar-benar tak mengerti. Sebenarnya
apa yang ada didalam hati Andy. Apa yang sesungguhnya dirasakan pemuda itu saat
bersamanya. Semua itu masih menjadi tanda tanya besar baginya. Walaupun saat
ini Hujan sangat bahagia, tapi di sisi lain gadis ini juga sedih. Karena dia
dan Andy akan berpisah untuk waktu yang cukup lama.
“Maaf ya.. Tapi aku berusaha untuk cepat
pulang kok. Jangan sedih gitu dong..” ucap Andy saat mendapati wajah murung
Hujan.
“Senyum dong, Jan..” Andy mencubit kedua pipi
Hujan.
Tapi hal itu malah membuat Hujan menunjukkan
ekspresi aneh namun tampak lucu baginya.
Pemuda itu pun tertawa sambil mengacak rambut
Hujan, lalu merangkul gadis itu.
“Hmm, take care ya Ndy..” ucap Hujan saat Andy
mengusap punggungnya.
“Iya..”
Tiba-tiba Andy melepas rangkulannya. Ia
menatap mata Hujan dalam-dalam. Pemuda itu tersenyum, kemudian mendekatkan
wajahnya dengan wajah Hujan. Membuat gadis polos itu sangat terkejut dan
spontan menutup matanya. Tapi gadis ini membuat ekspresi wajah yang terlihat
aneh dan takut dengan apa yang akan dilakukan Andy. Andy yang masih menatap
Hujan dengan senyum. Kemudian ia mengangkat dagunya dan mencium lembut kening
gadis itu.
Aliran listrik seakan mengaliri tubuh Hujan
saat gadis itu merasakan ada bibir yang mendarat didahinya. Darahnya berdesir
hebat. Sehingga perutnya pun terasa geli.
Yaa, itulah perasaan yang tak dapat
diungkapkan dengan kata-kata. “Cinta”, itulah namanya.
Hujan
tersenyum saat mengingat kembali pertemuannya dengan Andy 3 minggu lalu. Waktu
yang terasa sangat lama bagi Hujan. Tidak terasa, Andy sudah 3 minggu tidak menghubunginya.
Memang, pemuda itu sudah mengatakan kalau ia mungkin akan susah untuk
menghubungi Hujan. Apalagi tempat tujuannya itu berada dinegara lain. Hingga
akhirnya Hujan hanya bisa mengingat kembali pertemuan terindahnya dengan Andy,
sebelum pemuda itu pergi.
“I miss you Andy Wijaya”
Itulah 5 kata yang baru saja Hujan tuliskan
pada bukunya. Entah itu sudah yang keberapa kalinya ia tulis hari ini.
Tiba-tiba,
“Hujan, Ayah sama Ibu mau kerumah paman mau
dulu ya.” Ucap sang Ayah.
“Kamu gak pa pa sendirian dirumah ?” tanya si
Ibu sambil mendekati Hujan.
“Oh.. Gak pa pa kok Bu..” Hujan langsung
menutupi bukunya.
“Baguslah. Kamu jaga rumah ya nak.. Hati-hati
dirumah.” ucap sang Ibu.
“ Iya iya.. Ibu sama Ayah juga hati-hati ya..”
Hujan mengantar kedua orang tuanya sampai
kedepan. Setelah orang tuanya pergi, ia pun masuk dan mengunci pintu rumahnya.
Tapi, baru saja gadis itu memasuki kamarnya, bel rumah sudah berbunyi.
“Ada tamu ?” pikir Hujan dalam hati.
“Jangan-jangan.....” gumam gadis itu sambil
mempercepat langkahnya menuju pintu depan.
Dan saat pintu dibuka...
“Selamat sore..” harapan Hujan pupus.
Seorang wanita yang tampak lebih tua dari
ibunya berdiri disana.
“Sore. Mau cari siapa ?” sapa Hujan dengan
hangat.
“Hmm, apa ada gadis yang bernama Hujan disini
?”
“Oh, saya sendiri. Ada perlu apa bu ? Mari
masuk..”
Wanita itu masuk dan duduk diruang tamu.
Kacamata hitam yang dipakainya kini ia lepas.
“Mau minum apa,bu ?” tanya Hujan ramah.
“Oh, tidak usah, dik. Ada yang saya mau bicarakan
dengan kamu.”
Wajah wanita itu tampak gelisah. Nampaknya ia
bingung harus memulai dari mana.
Hujan cukup terkejut saat mendengar perkataan
tersebut. Apalagi ia belum pernah bertemu dengan wanita ini.
“Ada apa, bu ?”
“Hmm, begini... kamu...” Wanita itu tampak
bingung.
“Iya bu, saya kenapa ?” Hujan semakin
penasaran.
“Kamu Hujan kan ? Temannya Andy ?”
Hujan terkejut saat mendengar nama Andy. Nama
dari seorang pemuda yang sangat ia rindukan saat ini.
“Iya. Kok Ibu tahu ?”
“Aduh, bagaimana ya. Saya bingung harus mulai
dari mana..”
“Bingung kenapa bu ? Cerita aja..”
“Andy..., dia itu anak saya. Dia.....”
Bukan terkejut lagi, kini Hujan benar-benar
‘curious’.
“Andy kenapa, bu ?”
“Andy...., dia..... Sudah meninggal. Andy
meninggal 5 hari lalu di Singapur setelah operasinya dinyatakan tidak
berhasil.”
Waktu seolah berhenti. Hujan terpukul. Ia
seperti mendapat pukulan hebat didadanya. Dadanya terasa sesak. Bahkan matanya
pun mulai berkaca-kaca.
“Sebenarnya.....”
Ibunda Andy pun menceritakan semuanya. Andy
menderita leukimia selama 2 tahun. Selama 2 tahun itu, dia mencoba
bermacam-macam pengobatan. Tapi tetap saja, semua itu hanya bisa memperlambat
atau menunda kepergiannya. Sampai akhirnya 5 hari lalu, Tuhan memutuskan untuk
mengambilnya.
Hujan tak dapat membendung tangisnya. Gadis
ini sangat terpukul.
“Sebenarnya, saya datang kemari hanya untuk
mengantarkan ini...”
Wanita itu menyerahkan sepucuk surat. Tapi
Hujan masih terlalu shock untuk menerima semuanya.
Hujan hanya bisa menangis sambil menggelengkan
kepalanya. Membuat ibu Andy tak tega dan akhirnya memeluk Hujan. Dan saat itu
juga, tangisan gadis itu semakin menjadi-jadi. Dia tak percaya kalau pertemuan
sebelum keberangkatan Andy itu akan menjadi pertemuan terakhirnya dengan Andy.
Pemuda yang mengajarinya banyak hal. Pemuda yang membawa keajaiban dalam
hidupnya. Tapi kini ia telah tiada.
“Kamu yang sabar, dik. Saya juga awalnya tak
bisa menerima semua ini. Tapi saya tahu, Sang Pencipta sudah melakukan yang
terbaik..”
Wanita itu mengusap punggung hingga kepala
Hujan. Berusaha menenangkan gadis itu.
***
Mata Hujan sembab. Hidungnya pun merah dan
tersumbat. Benar-benar diluar perkiraan. Gadis itu tidak menyangka kalau Andy
akan pergi secepat ini. Ia pun tak menyangka kalau Andy mengidap penyakit yang
berbahaya itu.
Kenangan-kenangan indah berputar dipikirannya.
Layaknya sebuah film yang ia tonton dalam benaknya sendiri. Gadis itu masih
belum bisa menerima kenyataan. Tapi ya mau bagaimana lagi ? Semua sudah terjadi.
Surat yang diantarkan oleh Ibunda Andy kemarin
masih belum dibacanya. Gadis itu takut kalau ia akan menangis lagi dan semakin
tak merelakan kepergian Andy.
Sang Ayah medekatinya yang duduk dihalaman
belakang. Lelaki itu melihat anak gadisnya. Memang semuanya sangat berat. Tapi
ia tahu, anak gadisnya itu kuat. Awalnya si Ayah ingin menegur. Tapi, saat
melihat Hujan sudah memegang sebuah amplop dan mulai membacanya, lelaki itu
mengurungkan niatnya.
“Dear Hujan...
Hai Jan.. Apa kabar ? Semoga kamu baik-baik
aja ya J”
Baru saja Hujan membaca awalan surat itu, air
matanya langsung menetes.
“You know what, I miss you so bad.. I miss
your smile, your laugh, and your weird face :D hehe
I know you miss me too, right ? :p
Hujan Kamelia Putri. Itu nama yang bagus. Tapi
cukup aneh saat pertama kali aku mendengarnya.
Orangnya pun cukup aneh :p hehe. Tapi orang
aneh itulah yang sudah membawa banyak hal indah dalam hidupku.
Hujan, terima kasih ya. Berkat kehadiran mu,
aku bisa merasakan keajaiban lagi. Setiap aku bersama mu, aku merasa kalu itu
adalah sebuah keajaiban yang Tuhan berikan padaku.
Ingat ! Keajaiban itu ada, Jan. Dan harapan
serta mimpi itu bukanlah hal yang sia-sia. Hidup mu masih panjang. Kau masih
akan menemui keajaiban-keajaiban lainnya dikemudian hari.
Dan satu hal lagi, nama mu itu sangat spesial,
seperti orangnya.
Aku rasa, Ayah mu memberikan nama itu karena
ia tahu, kamu adalah seseorang yang akan membawa warna dalam hidup orang lain.
Karena dengan adanya Hujan, kita bisa melihat Pelangi.
Dan kamu tahu ? Kamu sudah membuatku melihat
pelangi itu. Berkat kehadiran mu dalam hidup ku dalam bulan-bulan terakhir ini,
aku bisa mengalami hal-hal indah dan menyenangkan.
Kau harus tahu, kamu sudah membawa warna dalam
hidupku. Jangan pernah mempermasalahkan tentang manakah yang lebih baik ? Hujan
atau Pelangi ? karena keduanya itu saling berhubungan. Tanpa Hujan, takkan ada
pelangi. Jadi kamu harus tahu, kamu itu spesial, unik, dan menarik. Karena kamu
adalah Hujan yang ada dibalik Pelangi. Kehadiran mu didunia ini tuh sebenarnya
untuk membuat orang-orang disekitar mu bisa melihat Pelangi.
Mungkin saat kamu menerima surat ini, aku
sudah gak bisa ada disana, menemanimu, tertawa dengan mu, ataupun bercanda
bersama mu. Tapi aku tahu, kamu gadis yang kuat. Jangan biarkan masalah atau
apapun membuat mu terpuruk. Anggaplah itu hanyalah hujan yang lewat. Tetap
tegar ya, Jan. Karena setelah kamu berhasil melewati itu semua, ada Pelangi
yang indah menanti mu.
Maaf buat semuanya. Tapi terima kasih juga
buat semuanya :D hehe..
Oh ya, satu hal terakhir, aku hanya ingin kamu
tahu, aku juga suka bahkan sayang pada mu. Tapi maaf buat hari itu. Aku hanya
tak mau membuat mu lebih sakit disaat aku pergi.
But, trust me.. I Love You too Hujan J Thank’s for bring the rainbow in my life..
Salam sayang,
Andy,
your bestfriend”
Walaupun saat ini Hujan menangis, tapi ia
sadar semua yang Andy katakan dalam surat itu benar. Banyak hal yang bisa ia
pelajari dari pemuda itu. Dari semua yang sudah terjadi. Ia tahu, mungkin
sekarang memang hujan, tapi suatu saat nanti ia pasti akan melihat pelangi. Dan
mungkin Andy benar. Takkan ada pelangi jika tak ada hujan. Karena Hujan ada
dibalik Pelangi.
~ S E L
E S A I ~
No comments:
Post a Comment